Maestro Pandai BATIK KITAB Kita
Sejak 2011 - Sekarang
Pasuruan - Batik Indonesia telah diakui sebagai warisan dunia atau World Heritage, oleh United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO) sejak 2 Oktober 2009, silam. Presiden SBY juga telah meminta agar masing-masing daerah ikut mengembangkan batik guna meningkatkan ekonomi kreatif.
Di Indonesia, terdapat beraneka ragam batik dari berbagai daerah. Hampir di setiap Kota dan Kabupaten di Indonesia memiliki batik daerah dengan motif yang sesuai dengan ciri khas budaya dan alam suatu daerah. Demikian juga di Kota dan Kabupaten Pasuruan.
Kota Pasuruan memiliki batik khas yang bermotif Daun Sirih dan Burung Kepodang. Sedangkan, Kabupaten Pasuruan, mempunyai batik dengan motif pemandangan alam penanjakan dengan hiasan bunga-bunga Krisan dan Sedap Malam atau lebih dikenal dengan nama Batik Pakrida.
Batik Pakrida ini popular dan dikenal se-Indonesia dalam beberapa bulan terakhir setelah Bupati Pasuruan, Irysad Yusuf memperkenalkannya dalam sebuah acara talk show televisi nasional bertajuk Bukan Empat Mata.
Namun, meski telah digembar-gemborkan. Para perajin-perajin batik di daerah termasuk di Kabupaten dan Kota Pasuruan masih kurang mendapat perhatian. Padahal, para pemimpin daerah, baik Bupati dan Walikota, mewacanakan ingin mengembangkan ekonomi kreatif, termasuk batik.
Ferry Sugeng Santoso (34) atau yang akrab disapa Ki Joyo, misalnya. Perajin batik asal Kabupaten Pasuruan ini, mengaku kecewa lantaran Batik Pakrida yang menjadi buah karyanya urung dijadikan seragam bagi PNS di Kabupaten Pasuruan.
Padahal, saat acara kunjungan Menko Kesra Agung Laksono di Sentra Bordir Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Rabu 16 Juli 2014 lalu, Bupati Pasuruan Irsyad Yusuf mengatakan bahwa batik Pakrida merupakan batik khas Kabupaten Pasuruan. Pada saat itu, kata Ki Joyo, Bupati mengatakan bahwa batik Pakrida akan dipakai PNS di Kabupaten Pasuruan.
Pada saat itu, Kabupaten Pasuruan baru saja menerima Penghargaan Baksyacaraka. Penghargaan Baksyacaraka merupakan penghargaan yang diberikan bagi Kota atau Kabupaten yang unggul dalam pengembangan budaya kreatif dan ekonomi kreatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
“Sempat menjadi wacana. Rencana dari sejak awal setelah dilaunching oleh Bupati, Pakrida akan dijadikan batik khas daerah Kabupaten Pasuruan, dan juga dijadikan seragam,”terangnya.
Namun, kata Ki Joyo, apa yang menjadi harapan para pengrajin batik di Kabupaten Pasuruan itu pupus. Pasalnya, dia telah mendapat kabar bahwa Pemkab Kabupaten Pasuruan telah memesan batik sebanyak 2600 untuk para PNS di Kabupaten Pasuruan. Kekecewaanya bertambah, saat ia mengetahui bahwa batik yang dipesan untuk PNS Kabupaten Pasuruan adalah printing.
“Saya dapat kabar kalau Pemkab sudah pesan, dan pesannya bukan ke pengrajin di Kabupaten Pasuruan, tapi printing. Padahal, saya berharap itu bisa dikerjakan oleh pengarajin batik di Kabupaten Pasuruan,” terangnya.
Seharusnya, pengadaan seragam batik bisa melibatkan pengrajin-pengrajin batik di Kabupaten Pasuruan bila memang Pemkab Pasuruan konsisten untuk memberdayakan ekonomi kreatif. Dengan melibatkan para perajin batik di Kabupaten Pasuruan, setidaknya bisa memberikan semangat dan harapan bagi para perajin batik, serta memberikan tambahan penghasilan.
Pria berkacamata ini mengatakan, dirinya sendiri sudah menyampaikan gagasan tersebut kepada Bupati Pasuruan beberapa kali. Ia pun mendapat respon positif dari Bupati Pasuruan, saat itu.
“Saya minta agar teman-teman pengrajin batik di Kabupaten Pasuruan diberdayakan, sesuai dengan penghargaan Baksyaraka. Tapi kalau kenyataanya demikiaan, saya kecewa sekali, sebab teman-teman pengrajin tidak akan mendapat kesempatan untuk berkarya,” terangnya.
Ia mengatakan, sebenarnya ia juga sudah memberi ide kepada bupati, agar PNS di Kabupaten Pasuruan mengenakan batik karya pengrajin batik seperti yang sudah dilakukan di Magelang. Tidak harus memakai batik tulis, namun minimal mengenakan batik cap yang dibuat perajin batik dari Kabupaten Pasuruan.
“Harusnya dulu Pak SBY menyampaikan bahwa tidak hanya wajib menggunakan batik saja, tetapi harus ditambahi wajib menggunakan batik hasil karya daerah masing-masing, dan yang pasti bukan printing,” jelasnya.
Senada juga dikatakan, perajin batik di Kota Pasuruan. Muhammad Syaiful (45). Pemilik galeri batik Sekar Wangi Sejati, yang beralamat di Jalan Nyai Sarkowi, Gang Batik no 55, Tembokrejo, Kota Pasuruan ini mengaku selama ini pemerintah daerah masih setengah-setengah dalam membantu mengembangkan batik daerahnya.
Padahal, ia sangat berharap supaya seragam batik yang selama ini dipakai Pegawai Pemkot Pasuruan, adalah batik karya pengrajin batik di Kota Pasuruan. Namun, selama ini batik dengan motif Daun Sirih dan Burung Kepodang, bukan batik tulis atau batik cap karya pengrajin batik melainkan printing.
“Kalau benar mau mendukung potensi usaha batik di Kota Pasuruan, harusnya seragam batik yang dipakai PNS-PNS itu batik tulis, bukan batik printing,” imbuhnya.
Padahal, Pemkot Pasuruan sendiri sempat berencana membuat surat edaran ke instansi non pemerintahan, BUMN serta perusahaan swasta yang berisi imbauan agar para karyawannya menggunakan batik khas Kota Pasuruan sebagai seragam kerja mereka.
Pemkot juga telah mengeluarkan kebijakan bagi pegawainya agar mengenakan seragam kerja batik khas Kota Pasuruan pada Rabu dan Kamis. Selain pegawai, pelajar SD juga diwajibkan mengenakan pakaian batik pada dua hari tersebut.
Kota Pasuruan, memiliki batik khas, dengan corak daun sirih dan burung Kepodang yang bernama Pasedhan Suropati. Sangat disayangkan itu batik printing.
sumber :
http://www.wartabromo.com/2014/10/31/batik-printing-kok-dibanggakan/